Artikel tentang guru
· Guru Indonesia
Dimasa Perjuangan
Guru Indonesia Dimasa Perjuangan
dan Dimasa Kini Mas Ngabehi Dwidjosewodjo (Sekretaris I Pengurus Besar Boedi
Oetomo) bersama-sama dengan dua rekannya sesama guru, Mas Karto Hadi Soebroto
dan Mas Adimidjojo, membentuk organisasi di kalangan guru, yakni Perserikatan
Guru Hindia Belanda (PGHB).
Kongres pertamanya digelar di Magelang, 12 Februari
1912. Di kongres pertama ini pula, ia kembali mencuatkan keinginannya untuk
mendirikan levensverzekering, dan disetujui secara aklamasi oleh peserta
kongres. Perasaan senasib kaum guru, yang konon tidak memperoleh perlakuan
layak dari pemerintah Hindia Belanda, merupakan pemicu utama. kongres-pghb-1912
Organisasi ini bersifat unitaristik yang anggotanya terdiri dari para Guru
Bantu, Guru Desa, Kepala Sekolah, dan Penilik Sekolah. Dengan latar belakang
pendidikan yang berbeda-beda mereka umumnya bertugas di Sekolah Desa dan
Sekolah Rakyat Angka Dua. Sejalan dengan keadaan itu maka disamping PGHB berkembang
pula organisasi guru bercorak keagamaan, kebangsaan, dan yang lainnya.
Kesadaran kebangsaan dan semangat perjuangan yang sejak lama tumbuh mendorong
para guru pribumi memperjuangkan persamaan hak dan posisi dengan pihak Belanda.
Hasilnya antara lain adalah Kepala HIS yang dulu selalu dijabat orang Belanda,
satu per satu pindah ke tangan orang Indonesia. Semangat perjuangan ini
makin berkobar dan memuncak pada kesadaran dan cita-cita kesadaran. Perjuangan
guru tidak lagi perjuangan perbaikan nasib, tidak lagi perjuangan kesamaan hak
dan posisi dengan Belanda, tetapi telah memuncak menjadi perjuangan nasional
dengan teriak “merdeka.” Pada tahun 1932 nama Persatuan Guru Hindia Belanda
(PGHB) diubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Perubahan ini mengejutkan
pemerintah Belanda, karena kata “Indonesia” yang mencerminkan
semangat kebangsaan sangat tidak disenangi oleh Belanda. Sebaliknya, kata “Indonesia” ini sangat didambakan oleh guru dan
bangsa Indonesia.
Pada zaman pendudukan Jepang segala organisasi dilarang, sekolah ditutup,
Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak dapat lagi melakukan aktivitas. Bagaimana
dengan peran guru pada masa sekarang ini? mari kita simak syair berikut ini
Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku Sbagai prasasti trimakasihku tuk
pengabdianmu Engkau sebagai pelita dalam kegelapan Engkau laksana embun
penyejuk dalam kehausan Engkau patriot pahlawan bangsa tanpa tanda jasa Siapa
yang tak kenal lagu ini lirik himne guru berjudul Pahlawan Tanpa Tanda Jasa,
ini sangat sering terdengar di telinga kita. Masih terngiang betapa di era
1980-an, lagu ini sangat sering dinyanyikan di sekolah-sekolah.
sartono+hymne+guru+indonesia
Mengikuti sayembara mencipta himne guru dari secarik koran di bis. Selama 24
tahun tetap setia menjadi guru honorer di SMP swasta. Penghargannya kebanyakan
piagam saja. Istilah “pahlawan tanpa tanda jasa” bahkan kemudian menjadi ikon
yang disematkan kepada para guru. Siapa sangka bila “sang pahlawan” yang tanpa
tanda jasa itu sejatinya dialami si pencipta lagu tersebut. Ya, Sartono,
pencipta lagu yang juga guru itu di masa senjanya hidup dalam kesederhanaan.
Laki- laki asal Madiun yang genap berusia 72 tahun, 29 Mei ini, tinggal rumah
sederhana di Jalan Halmahera 98, Madiun. Beliau mengajar musik di SMP Purna
Karya Bhakti Madiun pada 1978, hingga “pensiun” pada 200. Walaupun “Hymne Guru”
hanya menjadi juara harapan I, tapi justru lagu ini yang sering dikumandangkan
selama 20 tahun ini. Kesuksesan beliau ternyata tak berpengaruh banyak, bahkan
saat beliau pensiun beliau masih tetap guru honorer dan tak mendapatkan
pesangon. Tapi beliau tak pernah mengeluh, semakin tua beliau semakin
bijaksana. Di usia yang sudah senja ini, beliau masih tetap berjuang. Beliau
kembali mengajar seni musik di sebuah SMP di madiun, walaupun beliau tidak
diangkat sebagai PNS. Beliau legowo, nrima ing pandum, beliau sudah ikhlas
dengan apapun yang beliau dapatkan. Belajar dari sosok Sartono, adalah sosok
guru yang penuh ikhlas, bagaimana dengan anda ? Apalagi untuk anda yang telah
mendapatkan tunjangan profesi, masih ikhlaskah berbagi ilmu (baca: mengajar)
dengan siswa anda ? Sudah profesionalkah anda? Profesionalisme dan
kesejahteraan guru adalah dua hal yang selalu mengemuka dalam membenahi
persoalan guru (baca: pendidikan). Guru sendiri adalah ujung tombak untuk
membangun generasi penerus yang akan menentukan masa depan suatu bangsa.
Karenanya itu persoalan gurua dalah persoalan masa depan sebuah bangsa, sudah
semestinya pemerintah memperhatikan nasib guru. pada tanggal 21 September-5
Oktober 1966 diselenggarakannya konferensi antar pemerintah di Paris yang
dihadiri oleh wakil dari 76 negara anggota UNESCO termasuk Indonesia dan 35
organisasi internasional. Konferensi tersebut menghasilkan rekomendasi tentang
status guru yang dikenal dengan ILO/UNESCO, Recommendations Concerning the
Status of Teachers. Isi rekomendasi tersebut diantaranya menekankan pada
profesionalisme dan kesejahteraan guru khususnya dinegara-negara berkembang.
Guru dituntut untuk meningkatkan profesionalismenya sementara guru pun balik
menuntut akan peningkatan kesejahteraannya, ini adalah suatu hal yang logis.
Karena bagaimanapun profesionalitas harus ditopang dengan tingkat
kesejahteraan. dan memenuhi unsur well educated, well trained, well paid.
Dimata masyarakat profesionalisme guru belum begitu diakui sebagaimana profesi
lainnya seperti dokter atau pengacara.
Ini terjadi akibat kebijakan pemerintah
sendiri dalam bidang pendidikan yang tidak mempunyai konsep dan arah yang jelas
serta berkesinambungan. Seseorang yang tidak belajar ilmu pendidikan
(pedagogis), asalkan mau mengajar dapat saja menjadi guru. Banyak diantara guru
yang tidak mencintai profesinya secara total dan tulus, karena pada umumnya
mereka memilih profesi guru adalah merupakan pilihan kedua di tengah sulitnya
mencari pekerjaan. Padahal guru menurut UU No. 14 tahun 2005 adalah pekerjaan
profesional yakni pekerjaan atau kegiatan pekerjaan atau kegiatan yang
dilakukan oleh sesorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang
memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau
norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Lebih lanjut dalam pasal 7
undang-undang tersebut dijelaskan beberapa prinsip profesionalitas yang
meliputi : memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme memiliki
komitmen untuk meningkatkan ,mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan dan akhlak
mulia memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan
bidang tugas memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai bidang tugas memiliki
tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan memperoleh penghasilan
yang ditentukan sesuia prestasi kerja memiliki kesempatan untuk mengembangkan
keprofesionalan secara berkelanjutan dangan belajar sepanjang hayat memiliki
jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan dan
memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang
berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru. Sementara itu, Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengungkapkan, dalam peringatan Hari Guru Nasional
tahun ini, guru masih menghadapi persoalan yang sama. Persoalan itu, menurut
beliau, terkait kompetensi, profesionalitas, dan distribusi. Hal-hal itulah
yang menurutnya harus menjadi prioritas untuk segera diselesaikan. (sumber :
edukasi.kompas.com) Sumber : Indonesia
Mengajar Menjadi guru pforesional adalah meramu kualitas dengan intergiritas,
menjadi guru pforesional adalah keniscayaan. Namun demikian, profesi guru juga
sangat lekat dengan peran yang psikologis, humannis bahkan identik dengan citra
kemanusiaan. Karena ibarat sebuah laboratorium, seorang guru seperti ilmuwan
yang sedang bereksperimen terhadap nasib anak manusia dan juga suatu bangsa.Ada
beberapa kriteria untuk menjadi guru profesional. Menjadi guru mungkin semua
orang bisa. Tetapi menjadi guru yang memiliki keahlian dalam mendidikan atau
mengajar perlu pendidikan, pelatihan dan jam terbang yang memadai. Dalam kontek
diatas, untuk menjadi guru seperti yang dimaksud standar minimal yang harus
dimiliki adalah: guru-penyuluh-hidup-kami Memiliki kemampuan intelektual yang
memadai Kemampuan memahami visi dan misi pendidikan Keahlian mentrasfer ilmu
pengetahuan atau metodelogi pembelajaran Memahami konsep perkembangan
anak/psikologi perkembangan Kemampuan mengorganisir dan problem solving Kreatif
dan memiliki seni dalam mendidik Profesi guru sangat identik dengan peran
mendidik seperti membimbing, membina, mengasuh ataupun mengajar. Ibarat sebuah
contoh lukisan yang akan ditiru oleh anak didiknya. Baik buruk hasil lukisan
tersebut tergantung dari contonya. Guru (digugu dan ditiru) otomatis menjadi
teladan. Melihat peran tersebut, sudah menjadi kemutlakan bahwa guru harus
memiliki integritas dan personaliti yang baik dan benar. Hal ini sangat
mendasar, karena tugas guru bukan hanya mengajar (transfer knowledge) tetapi
juga menanamkan nilai - nilai dasar dari bangun karakter atau akhlak anak.
Teman teman guru teruslah berjuang untuk bangsa ini jaga profesionalisme anda,
selamat memperingati Hari Guru Nasional tahun 2011.
0 komentar:
Posting Komentar